Contoh pada rekod sejarah Apilan dan kota mara

Detail sebuah lanong. Apilan dan sunting apilan dapat dilihat.

Pemastautin Singapura John Crawfurd mencatat perompakan Melayu berhampiran perairan Singapura. Kapal-kapal bajak laut Melayu pada masa itu memiliki panjang 40-50 kaki (12-15 m) dengan lebar 15-kaki (4,6 m). Geladaknya terbuat dari kayu nibong yang terbelah. Kapal bajak laut yang lebih kecil memasang benteng tebal [apilan] saat bertempur, manakala yang lebih besar seperti yang dimiliki orang-orang Lanun memiliki tepi bambu yang menjorok tergantung di atas bibir kapal mereka, dengan tembok pertahanan [kota mara] dari anyaman rotan sekitar 3 kaki (1 meter) tingginya. Awaknya mungkin terdiri dari 20-30 orang, ditambah pendayung dari hamba yang ditangkap. Kapal kecil akan memiliki sembilan dayung setiap sisi; yang lebih besar bertingkat dua, dengan pendayung atas yang duduk di unjuran dinding tersembunyi di belakang bar rotan. Persenjataan bajak laut ini termasuk benteng di dekat haluan, dengan meriam besi atau kuningan 4 paun, dan benteng lain di buritan, biasanya dilengkapi dengan dua meriam mudah alih. Mereka juga mungkin memiliki empat atau lima meriam mudah alih kuningan, atau rantaka, di setiap sisi. Mereka mempunyai perisai buluh, dan bersenjatakan tombak, keris, senapan lantak dan senjata api lain yang bisa mereka peroleh.[10]

Keterangan H. H. Frese dari kapal peribadi Sultan Riau dari tahun 1883 terbaca:[11]

Kapal yang cepat dan mengagumkan ini bersenjata dengan kuat untuk memandu keluar bajak laut, bahaya nyata pada waktu itu. Dua meriam berat kuningan yang diisi dari depan dipasang di geladak depan mengarah ke depan. Sebuah perisai berat, atau apilan, untuk melindungi para penembak, dibangun dari blok melintang yang mana kayu segar harus digunakan untuk mencegah pecahnya serpihan yang berbahaya apabila terkena meriam atau peluru.

Letnan T.J. Newbold mencatat tentang perahu perompak melayu:[3]

Perahu-perahu yang digunakan oleh perompak Melayu adalah seberat lapan hingga sepuluh ton, diawaki dengan baik dan sangat cepat, terutama dengan dayung pendek yang biasa digunakan. Mereka umumnya bersenjata dengan meriam mudah alih pada hadapan, tengah, dan buritan, berkaliber kecil, tetapi mempunyai jarak jangkau yang jauh. Apabila bersiap untuk menyerang, benteng kuat dari kayu yang disebut 'Apilan' didirikan, di belakangnya para kru berlindung, bertempur dengan meriam-meriam panjang mereka sampai mangsa mereka lumpuh; atau sampai gong membunyikan isyarat agar melakukan boarding (taktik merampas kapal musuh dengan naik ke atasnya).